Senin, 22 Juli 2013

Pendidikan akhlak antara kewajiban dan konsistensi



Mendidik seseorang dengan nilai-nilai akhlak adalah menjadikannya mempunyai akhlak terpuji dan menjauhkannya dari perilaku yang buruk, sehingga seorang individu dapat hidup dengan aman dan  tenteram. Ketika ia mempunyai akhlak terpuji dan jauh dari perilaku tercela, ia  akan mencintai semua hal  yang positif.
Allah berfirman  dalam surat  al-Kahfi: 30-31:

”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berbuat baik,  kami tak menyia-nyiakan ganjaran orang yang mengerjakan  perbuatan baik.  Mereka ialah orang yang memperoleh taman yang kekal, yang didalamnya mengalir sungai-sungai, disana mereka akan  diperlengkapi dengan  gelang emas, dan  akan mengenakan  pakaian sutera halus berwarna hijau, dan kain sutera tebal dan yang  disulam dengan benang mas dan  mereka disana duduk  bersandar diatas sofa yang empuk.

Pendidikan akhlak dalam Islam bukan sekedar objek kajian  yang jauh dari realitas, akan tetapi akhlak Islam dapat diaplikasikan dan dapat ditiru oleh setiap manusia. Sehingga jika setiap individu konsisten dengannya maka tercipta ketentraman.
Akhlak dalam Islam adalah berupa kewajiban dan komitmen, disamping itu pelaksanaan akhlak merupakan tanggung jawab dan  pelakunya akan mendapat pahala dari Allah.
a.    Antara Kewajiban dan  Komitmen
Al-ilzam adalah dari kata benda dari alzama mempunyai arti aujabahumewajibkan”, dalam al quran kata ilzaam dipakai untuk dua jenis makna. Pertama,  kewajiban yang ditetapkan Allah terhadap manusia. Kedua, kewajiban suatu keputusan atau perintah.
Adanya kewajiban merupakan dasar yang penting dalam terlaksananya  nilai-nilai akhlak dalam Islam, karena seseorang tidak akan menunaikan nilai-nilai akhlak Islam tanpa adanya kewajiban. Dengan adanya kewajiban maka seseorang terdorong untuk  menjalankan akhlak mulia dan perilaku yang terpuji.
Adapun sumber kewajiban untuk menunaikan akhlak mulia  menurut Islam adalah  wahyu yang diturunakn oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW berupa al-Qur’an dan as-sunnah.
Wahyu ini mencakup semua nilai dan sistem akhlak secara sempurna, yang dapat mempertahankan derajat manusia dan menjamin mereka memperoleh ridha Allah.
Syariat islam menyatakan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan orang-orang yang di pimpinnya. Dengan demikian, seorang wajib mengarahkan dirinya untuk melaksanakan hal-hal yang diperintahkan oleh syariat Islam.
b.    Iltizaam konsistensi 
Berasal dari kata iltazama, yang maknanya adalah mewajibkan atas dirinya sendiri atau berjanji untuk menetapi sesuatu.[2]
Iltizaam dalam korelasinya dengan pembinaan akhlak adalah konsisten seseorang terhadap hal-hal yang  telah ditetapkan oleh sumber-sumber kewajiban. Hendaknya pula seorang muslim menyadari bahwa konsistensinya dalam menunaikan akhlak mulia adalah semata-mata karena keimanannya kepada Allah dan karena ketaatanya perintah Rasul-nya.
Dalam Islam, untuk mengetahui nilai-nilai akhlak mulia dan perilaku-perilaku tercela tidak tergantung pada akal,  kebiasan, ataupun manfaat. Islam dengan ajarannya  yang sempurna, telah menjelaskan nilai-nilai akhlak mulia dan perilaku yang tercela secara jelas, sehingga seseorang tidak lagi merasa kebingungan dan ragu.
Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dengan sanadnya dari  Hasan al-Bashri bahwa Rasulullah SAW bersabda:
دَعْ مَا يََرِ يْبُكَ اِلَى مَا يَرِ  يْبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَ الْكَذِبَ رِيْبَةٌ
”Tinggalkanlah apa yang membuatmu ragu dan  lakukan apa yang tidak membuatmu ragu. Sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan hati, sedangkan kebohongan adalah keragu-raguan.”

Hadist lain yang diriwayatkan  oleh Imam Muslim dengan  sanadnya dari Nuwas bin Sam’an r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda :
اَ لْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَ اْ لإِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِ كَ وَ كَرِهْتَ اَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ.

”Kebaikan adalah  akhlak mulia sedangkan dosa adalah sesuatu yang menggelisahkan hatimu dan kamu tidak suka bila orang lain mengetahuinya.”

Jadi jelaslah apa yang tertera dalam Nash hadist Rasul SAW bahwa adanya kewajiban dan konsistensi tidak berarti apa-apa jika tidak di barengi dengan pelaksanaan, nilai akhlak mulia tidak ada artinya selama tidak dipraktekkan  secara nyata,  sehingga akhlak mulia menjadi sebuha amalan sehari-hari dan menjadi kepribadian seorang muslim.
 
Baca juga artikel yang lain:
  1. Pengertian pendidikan akhlak
  2. Dasar dan tujuan pendidikan akhlak  
  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak

[1] Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahan…, hlm. 433.  
[2] Ali Abdul Halim Mahmud, at tarbiyah al khuldiyah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 142.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar